Selasa, 11 Februari 2014

Makalah Perkawinan atau Pernikahan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Perkawinan atau pernikahan merupakan pintu gerbang untuk membentuk sebuah keluarga. Pernikahan biasanya disempurnakan dengan acara walimah yang dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT dan khayalak ramai’ atas pernikahan tersebut.
Pernikahan dapat menghalalkan hubungan seksual antara keduanya dengan dasar sukarela dan persetujuan bersama demi terwujud nya keluarga yang dirhidoi Allah SWT.
Dengan adanya pernikahan berarti menyelamatkan masyarakat dari maraknya perzinahan, kaum wanita memperoleh sejajaran derajad di masyarakat. Syar islam akan semakin berkembang, menyemarakkan pernikahan memang anjuran oleh syariat islam.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apa ketentuan pernikahan
2.      Apa penyebab putusnya pernikahan
3.      Bagaimana ketentuan pernikahan menurut perundang-undangan di Indonesia

C.     TUJUAN
1.      Mengetahui ketentuan pernikahan
2.      Mengatahui penyebab putusnya pernikahan
3.      Mengetahui ketentuan pernikahan menurut perundang-undangan di Indonesia





BAB II
PEMBAHASAN
A.    KETENTUAN PERNIKAHAN
1.      PENGERTIAN NIKAH
             Nikah menurut bahasa berarti menghimpun atau mengumpulkan. Pengertian nikah menutut bahasa berarti adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan muhkrim sebagai suami istri dengan tujuan untuk membina suatu rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan Allah SWT.
             Pengertian menikah menurut undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Ada beberapa ayat AL Qur’an yang berisi berintah menikah sebagai berikut.
             Artinya; dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya. Dan dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda(kebesaran allah) bagi kaum yang berfikir. (Q.S. ar-Rum [30]; 21)
             Hukum menikah adalah sunah muakkad, tetepi sudah berubah sesuai dangan kondisi dan niat seseorang. Jika seseorang menikah dengan diniatkan sebagai usaha untuk menjauhi dari perzinaan, hukumnya sunah. Akan tetapi, jika diniatkan untuk sesutu yang buruk, hukumnya menjadi makruh, bahkan haram. (Sulaiman Rasyid. 1996. Halaman 382)

2.      RUKUN NIKAH
             Rukun nikah merupakan hal-hal yag harus dipenuhi agar pernikahan menjadi sah. Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi berarti pernikahan dianggap belum terjadi. Rukun nikah sebagai berikut:
a.       Ada mempelai yang akan menikah.
b.      Ada wali yang menikahkan.
c.       Ada ijab dan qabul dari wali dan mempelai laki-laki.
d.      Ada dua saksi pernikahan tersebut.
3.      SYARAT NIKAH
a.       Calon suami telah baliq dan berakal
Calon suami di syaratkan telah baliq dan berakal. Calon suami juga  disyaraatkan tidak memiliki halangan syar’i untuk menikahi wanita tersebut.
b.      Calon Istri yang Halal Dinikahi
Calon istri disyaratkaan wanita yang halaal dinikahi dan beersedia dinikahi.
c.       Lafal Ijaab dan Kabul Harus Bersifat selamanya
Ijab merupakaan pernyataan yang pertama yang dikemukakan oleh salah satu pihak yang mengandung keinginan secara pasti untuk mengikatkan diri. Kabul merupakan pernyataan pihak lain yang menyatakan diri menerima pernyataan ijab tersebut.
d.      Dua Orang Saksi Syarat-syaratnya:
1)      Cakap bertindak secara hukum (balig dan berakal).
2)      Minimal dua orang
3)      Laki-laki
4)      Merdeka
5)      Orang yang adl
6)      Muslim
7)      Dapat melihat (menurut ulama Mazhab
8)      Syafi’i).
(Sulaiman Rasyid. 1996. Halaman 384)
e.       Identitas Pelaku Akad Diungkapkan Secara Jelas
Menurut Mahzab Syafi’i dan Hambali, seorang wali yang menikahkan anaknya dengan seorang laki-lki tanpa disebutkan identitas atau ciri-cirinya, akad tersebut tidak sah. Akan tetapi, jika disebutkan, nikahnya sah.
f.       Wali Harus Memenyhi Syarat-syarat :
1)      Laki-laki,
2)      Balig dan berakal sehat,
3)      Beragama islam,
4)      Merdeka,
5)      Memiliki hak perwalian,
6)      Tidak ada halangan untuk menjadi wali, dan
7)      Adil

4.      MACAM-MACAM PERNIKAHAN
             Ketentuan dalam pernikahan berdasarkan hukum islam ini menjadi acuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai dasar hukum pelaksanaan pernikahan bagi umat islam. Dalam perkembangannya, masyarakat kita saat ini mengenal beberapa macam pernikahan, misalnya nikah sirri, mut’ah, dan poligami.
a.       Nikah Sirri
       Nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan tanpa proses percatatan oleh pemerintah yang wewenangnya ada pada KUA (Kantor Urusan Agama). Nikah dengan cara ini disebut sirri yang secara bahasa berarti diam-diam. Oleh karena tanpa percatatan dari pemerintah, nikah sirri cenderung merugikan salah satu pihak, khususnya perempuan jika terjadi masalah dalam pernikahannya.
b.      Nikah Mut’ah
       Nukah mut’ah yaitu seseorang menikah dalam batas waktu tertenti dengan memberikan kepada seorang perempuan berupa harta, makanan, atau pakaian. Ketika waktu yang disepakati sudah selesai, merka dengan sendirinya berpisah tanpa harus melalui perceraian. Dengan demikian, tidak berlaku hak waris mewarisi. Pernikahan jenis ini dilarang oleh Rasulullah karena bertentangan dengan nilai keadadilan dalam islam.
c.       Poligami
       Poligami adalah menikahnya seorang laki-laki dengan perempuan dengan jumlah lebih dari satu, maksimal empat. Dalam isalam, seorang laki-laki dibolehkan melakukan poligami (Q.S an-Nisa’ [4]: 3), tetapi dengan syarat-syarat tertentu yang tidak mudah, misalnya harus adil, bisa memenuhi kebutuhan stri, dan terhindar dari perselisihan antara istri. Oleh karena itu, bagi yang tidak bisa memenuhi syarat tersebut, dianjurkan untuk monogami (bristri satu).

5.      HIKMAH PERKAWINAN
             Nikah merupakan pertemuan antara dua cinta, cinta seorang wanita dengan laki-laki dan cinta seorang lak-laki kepada wanita. Pada dasarnya cinta merupakan sesuatu yang suci, tergantung bingkainya. Jika cinta dibingkai dengan cinta yang halal, cinta akan menjadi halal. Untuk menjadikan cinta sesuatu yang halal, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk membingkainya dalam suatu pernikahan.
             Pernikahan merupakan sebuah perjanjian suci yang menjadikan Allah Swt.  Sebagai pemersatunya. Dengan pernikahan, cinta dan kasih sayang terasa lebih nikmat dan menyenangkan. Menikah dalam islam bukan hanya didasari oleh ketertariakan secara fisik. Puncak dari keindahan pernikahan adalah munculnya keindahan kepribadian dan akhlak yang mulia pada diri suami atau istri.

B.     PUTUSNYA PERKAWINAN
Penyebab putusnya pernikahan sebagai berikut :
1.      Meninggal Dunia
Jika salah satu pihak suami atau istri meninggal dunia, pernikahan dengan sendirinya putus atau berakhir. Jika salah satu pihak, ditinggal mati oleh pasangannya, hubungan perkawinannya menunjukkan telah berakhir.
2.      Perceraian
Perceraian dapat disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1)      Talak
       Pengertian talak menurut bahasa adalah melepaskan ikatan, meninggalkan, dan memisahkan. Pengertian talak menurut istilah adalah putusnya tali pernikahan yang telah dijalin oleh suami istri. Talak merupakan alternatif terakhir jika pernikahan sudah tidak mungkin dipertahankan lagi. Talak boleh dilakukan dan halal hukumnya, tapi perbuatan tersebut dibenci oleh Allah Swt. Perhatikan sabda Rasulullah saw. Berikut ini.

Artinya: Dari Ibnu Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. Telah bersabda, “Sesuatu yang halal yang sangat dibenci oleh Allah ialah talak.” (H.R Abu Daud dan Ibnu Majah)

       Setiap suami berhak menalak istrinya sampai tiga kali atau talak tiga. Hak talak berada di tangan suami. Meskipun demikian, Islam memberi hak kepada istriuntuk menuntut cerai kepada suami yang telah melanggar ketentuan-ketentuan pernikahan. Hak istri untuk menuntut cerai berupa hak khulu’(talak tebus). Dengan adanya hak khulu’, terdapat keseimbangan hak suami istri.


1)      Sebab-Sebab Talak
            Ada beberapa penyebab talak sebagai berikut.
a)      Li’an
      Li’an merupakan tuduhan merlakukan zina dari seorang suamiterhadap istrinya. Li’an bisa berbentuk tuduhan suami terhadap istri bahwa istri telah melakukan zina, sementara ia tidak bisa mendatangkan empat orang saksi. Dapat berbentuk penolakan bahwa anak yang di kandung istri bukan anak-anak nya. Li’an mengakibatkan terjadinya perceraian antar suami istri untuk selamanya. Jika setelah bercerai tuduhan suami tidak benar, menurut jumhur ulama mereka tidak boleh menikah untuk selamanya. (Ensiklopedi Islam 5. 1993. Halaman 60)
b)      Iia’
         Iia’ merupakan sumpah suami yang menyatakan bahwa dia tidak akan menggauli istrinya selama empat bulan atau lebih. Suami boleh menggauli istrinya kembali setelah membayar kafarat. Kafarat iLa’ adalah memerdekakan budak. Jika tidak mampu , memberi makan sepuluh orang miskin  atau memberi pakaian meraka. Jika tidak sanggup menunaikan nya, ia harus berpuasa salama tiga hari.
              Menurut jumhur ulama, jika waktu empat bulan telah lewat dan istri telah  meminta suaminya untuk kembali dengan menunaikan kafarat, tetapi suami tidak mau, hakim harus memberi pilihan kepada suami untuk kembali kepada istri atau kennalan nya. Jika suami tidak mau memilih, hakim menjatuhkan talak  dan dianggap sebagai talak raj’i. (Ensiklopedi Islam 5. 1993. Halaman 60)
2)      Macam-Macam Talak
Talak dilihat dari segi menjatuhkannyadibagi menjadi dua sebagai berikut.
a)      Talak Sunny
Talak sunny yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan sunnah atau syariat islam, yaitu:
(1)   Menalak istri harus secara bertahap (dimulai dengan talak satu, dua, dan tiga): serta
(2)   Istri yang ditalak dalam keadaan sucidan belum digauli.


b)      Talak bid’i
Talak bid’i merupakan talak yang dijatukan melalui cara-cara yang tidak sesuai dengan syariat islam, yaitu:
(1)   Menalak istri dengan tiga kali talak sekaligus:
(2)   Menalak istri dalam keadaan haid:
(3)   Menalak istri dalam keadaan nifas: dan
(4)   Menjatuhkan talak kepada istri yang dalam keadaan suci, tetapi telah digauli sebelumnya, padahal kehamilannya belum jelas.
Talak dilihat dari segi boleh tidaknya suami istri rujuk dibagi menjadi dua sebagai berikut.
a)      Talak raj’i
Talak raj’i yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri sebanyak satu atau dua kali. Talak raj’i menyebabkan suami masih boleh rujuk kepada istrinya tanpa harus melakukan akad nikah lagi. Talak raj’i berakibat pada berkurangnya bilangan talak yang dimiliki suami.
b)      Talak ba’in
Talak bai’in yaitu talak yang dijatuhkan suami kepada istri dan suami boleh kembali kepada istri degan akad dan mahar baru. Talak bain dibagi menjadi dua, yaitu talak ba’in sugra dan talak ba’in kubra. Jika suami ingin kembali kepada istri yang telaj ditalak ba’in kubra, harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
1)      Mantan istri telah menikah dengan pria lain.
2)      Telah dicampri oleh suami barunya.
3)      Telah diceraikan oleh suami barunya.
4)      Telah habis masa idah sesudah cerai dengan suami barunya.
(Ensiklopedi Islam 5. 1993. Halaman 56-57)

Berkaitan dengan syarat yang disebutkan diatas, Allah Swt. Berfirman yang artinya:
Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua),maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain.kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa lagi keduanya (suami pertama dan bekas istri)untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang berpengetahuan.(Q.S. albaqarah [2]: 230)
2)      Khulu’
Khulu’ (talak tebus) merupakan talak yang diucapkan suami dengan cara istri membayar ganti rugi atau mengembalikan mahar yang pernah diterima dari suami. Khulu’ dilakukan suami atas permintaan istri karena sikap suami yang telah melanggar ketentuan pernikahan. Jika pernikahan tersebut dipertahankan, akan menyebabkan tidak tercapainya tujuan pernikahan.
Khulu’ merupakan salah satu bentuk keseimbangan hak antara suami istri. Jika suami memiliki hak menjatuhkan talak, seorang istri memiliki hak untuk menuntut dijatuhkannya talak jika suami telah melanggar ketentuan pernikahan. Ketika seorang istri mengajukan khulu’, ia memberikan ganti rugi kepada suami dengan cara mengembalikan seluruh atau sebagian mahar yang pernah diterimanya. Selain itu, tebusan atau ganti rugi juga dapat dilakukan dengan harta lain yang bukan mahar. Perhatikan firman Allah Swt yang artinya:
jika kamu (wali) khawatir bahwa keduanya tidak mampu menjalankan hukum-hukum Allah, maka keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang zalim. (Q.S. al-baqarah [2]: 229)
Khulu’ berakibat pada suami atau istri. Khulu’ mengakibatkan hal-hal sebagai berikut.
a.       Terjadinya talak ba’in jika unsur ganti ruginya terpenuhi dan jika unsur ganti rugi tidak ada, perceraian ini merupakan talak biasa.
b.      Mahar yang menjadi tanggungan suami juga gugur dari hak istri jika ganti rugi khulu’ tersebut bukan mahar.
c.       Gugurnya seluruh yang berhubungan dengan harta diantara kedua belah pihak jika harta itu diperoleh setelah khulu’ terjadi.
d.      Segala bentuk nafkah yang wajib ditunaikan suami sebelum khulu’ gugur setelah terjadinya khulu’.
e.       Nafkah istri selama masa idah tidak gugur dan wajib dibayarkan suami.
3)      Fasakh
fasakh merupakan salah satu penyebab putusnya pernikahan. fasakh merpakan batalnya akad atau lepasnya ikatan perkawinan antara suami istri yang disebabkan terjadinya cacat atau kerusakan pada akad itu sendiri, atau disebabkan hal-hal yang datang kemudian yang menyebabkan akad tidak dapat dilanjutkan.
fasakh yang disebabkan adanya cacat atau kerusakan yang terjadi dalam akad nikah, seperti berikut.
a.       setelah akad dilakukan, diketehui bahwa pasangan itu ternyata saudara sekandung, seayah seibu, atau saudara sepersusuan.
b.      seorang anak yang belum baligh (lelaki atau perempuan) dinikahkan oleh walinya yang bukan ayah atau kakeknya kemudian anak ini mencapai usia baligh, ia berhak untuk memilih (hak khiar), perkawinan yang telah diakadkan itu diteruskan atau dihentikan.hak ini dinamakan khiyar bulug (hak pilih setelah seseorang sampai usia balig). jika salah seorang di antara anak yang telah balig tersebut memilih untuk tidak melanjutkan perkawinan tersebut, akad ini dianggap fasakh. (Ensiklopedi Hukum Islam 1. 1997. Halaman 317)
Adapun fasakh yang disebabkan sesuatu yang datang kemudian pada akad sehingga akad tersebut tidak dapat dilanjutkan seperti berikut.
1)      jika suami istri dahulunya non-islam, kemudian istrinya masuk islam. pada saat itu juga akad tersebut batal karena muslimah dilarang menikah dengan laki-laki musyrik.
2)      jika salah seorang dari suami istri murtad atau keluar dari agama islam untuk selamanya.
(Ensiklopedi Hukum Islam 1. 1997. Halaman 317)



C.     KETENTUAN PERNIKAHAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA
Di Indonesia undang-undang yang membahas tentang pernikahan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. undang-undang ini mengatur pernikahan di Indonesia. Di antara isi pokok Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagai berikut.
1.      Tujuan Perkawinan
Tujuan perkawinan sebagaimana dijelaskan dalam pasal 1 Undang-undang 1974 tentang Perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.      Pencatatan Perkawinan
Pasal 2
(1)   Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2)   Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.

Pasal didepan manjelaskan tentang pencatatn perkawinan. sebuah perkawinan dianggap sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya serta dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
3.      Larangan Perkawinan
Pasal 8
perkawinan dilarang antara dua orang yang:
1)      berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas.
2)      berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua, dan antara seorang dengan saudara neneknya.
3)      berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak tiri.
4)      berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara sususan, dan bibi/paman susuan.
5)      berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
6)      mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.

Pasal 8 menjelaskan orang-orang yang dilarang menikah. jika diperhatikan larangan menikah tersebut berlaku bagi orang yang masih memiliki hubungan darah, hubungan semenda, hubungan susuan, dan memiliki hubungan yang oleh agama dilarang menikah.

4.      Batalnya Perkawinan
Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Pasal 23
yang dapat mengajukan pembatalan perkawinan yaitu:
1)      Para keluarga dalam garis keturanan lurus ke atas dari suami atau istri;
2)      Suami atau istri;
3)      Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan;
4)      Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) pasal 16 undang-undang ini dan setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya setelah perkawinan itu putus.
Kedua pasal di depan menjelaskan bahwa suatu perkawinan dapat dibatalkan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Selain itu, pasal23 menjelaskan tentang orang-orang yang berhak mengajukan pembatalan perkawinan.

5.      Penyebab Putusnya Perkawinan
Pasal 38
Perkawinan dapat putus karena:
1)      Kematian,
2)      Perceraian, dan
3)      Atas putusan pengadilan.
Penyebab putusnya perkawinan menurut pasal 38 adalah kematian salah satu pihak, perceraian, dan atas keputusan pengadilan.
6.      Akibat Putusnya Perkawinan
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
1)      Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi keputusannya.
2)     Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak tersebut dalam kenyataan tidak memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.
3)      Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.

Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 38 bahwa perceraian merupakan slah satu penyebab putusnya perkawinan. Putusnya perkawinan membawa akibat sebagaimana dijelaskan dalam pasal 41.
7.      Kedudukan Anak
Pasal 42
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
Pasal 43
(1)   Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
(2)   Kedudukan anak tersebut ayat (1) di atas selanjutnya akan diatur dalam Peraturan Pemerintahan.
Pasal 44
(1)   Seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya, bilamana ia dapt membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
(2)   Pengadilan memberikan keputusan tentang sah / tidaknya anak atas permintaan yang berkepentingan.

            Pasal 42-44 menjelaskan tentang kedudukan anak. Seorang anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah merupakan anak yang sah menurut pasal 42. Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Demikinan dijelaskan dalam pasal 43 (1). Dapat dipahami bahwa seorang anak yang dilahirkan di luar perkawinan tidak memiliki hubungan perdata dengan ayah dan keluarga ayahnya.
            Pasal 44 menjelaskan bahwa seorang suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh istrinya. Hal tersebut dapat dilakukan jika suami dapat membuktikan bahwa istrinya telah berzina dan anak tersebut meruppakan akibat dari perzinaan. Pengadilan dapat memberikan keputusan tentang sah atau tidaknya anak atas permintaan yang berkepentinga.

8.      Perkawinan di Luar Indonesia
Pasal 56
(1)   Perkawinan yang dilangsungkan di luar Indonesia antara dua orang warga negara Indonesia atau seorang warga negara Indonesia denga warga negara asing adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum yang berlaku dii negara di mana perkawinan itu dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan undang-unndang ini.
(2)   Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal mereka.

Pasal 56 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menjelaskan tentang perkawinan yang dilaksanakan di luar Indonesia. Perkawinan yang dilaksanakan di luar Indonesia dapat di lakukan oleh dua orang warga negara Indonesia atau salah satunya warga negara Indonesia dengan warga asing. Perkawinan yang dilaksanakan di luar Indonesia sah jika dilakukan menurut hukum yang berlaku di tempat perkawinan tersebut dilangsungkan dan bagi warga negara Indonesia tidak melanggar undang-undang ini.


9.      Perkawinan Campuran
Pasal 57
            Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.
            Pasal 57 menjelaskan tentang perkawinan campuran. Campuran yang dimaksud di sini adalah dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan karena adanya perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar