KEUNIKAN MALIOBORO YOGYAKARTA
KARYA
ILMIAH
DISUSUN OLEH
NUR
ROHIM
NIS : 1676
NISN :
9958931559
KELAS : XII IPA 2
SMA NEGERI 1 LEMPUING JAYA
KECAMATAN LEMPUING JAYA KABUPATEN OKI
PROVINSI SUMATERA SELATAN
TAHUN 2014
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing
II
Irnapirakusnita,
s.pd Deni
NIP.
197208072007012008
Disahkan oleh
Kepala SMAN 1 LEMPUING JAYA
Herzon
Hadi,
S.Pd
NIP. 1966025
199412 1 001
KEUNIKAN MALIOBORO YOGYAKARTA
KARYA ILMIAH
DISUSUN OLEH
NUR ROHIM
NIS :
1676
NISN : 9958931559
KELAS : XII IPA 2
SMA
NEGERI 1 LEMPUING JAYA
KECAMATAN
LEMPUING JAYA KABUPATEN OKI
PROVINSI
SUMATERA SELATAN
TAHUN
2014
Disetujui oleh
Pembimbing
I Pembimbing
II
Irnapirakusnita, s.pd Deni
NIP. 197208072007012008
Disahkan oleh
Kepala
SMAN 1 LEMPUING JAYA
Herzon Hadi, S.Pd
NIP. 1966025 199412 1 001
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya
Ilmiah ini saya persembahkan untuk:
v Allah swt yang telahmemberikankesempatandankesehatanjasmanimaupunrohani,
sehinggasayadapatmenyelesaikankaryaIlmiahinidenganbaik, untukkedua orang tua,
bapakdanibu guru, danteman-teman yang telahmendukung, mengarahkan, danmembantudalam
proses pembuatankaryailmiahini.
MOTTO
v Sabardalammengatasikesulitandanbertindakbijaksanadalammengatasinyaadalahsesuatu
yang utama. (http://pristality.com/2011/02/23/kumpulan-motto-kehidupan)
v Bunga yang tidakakanlayusepanjangjamanadalahkebajikan.
(William Cowper)
.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.Walaupun masih
banyak kekurangan dalam proses pembuatan karya ilmiah ini.
Karya Ilmiah ini membahas tentang “Keunikan Malioboro Yogyakarta”.Semoga karya ilmiah ini dapat menjadi inspirasi, motivasi atau pengetahuan bagi para pembaca.
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan karya ilmiah ini.Karena tanpa bantuan dari seluruh
pihak, mungkin karya ilmiah ini tidak akan tersusun dengan baik.Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam karya ilmiah ini.Penulis memohon maaf apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan.
Kritik dan saran-Nya penulis harapkan kepada para pembaca demi
perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah ini.Harapan penulis yaitu semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.
Terimakasih
Lempuing Jaya, Januari2014
penulis
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang Masalah
Yogyakarta, provinsi yang terletak bagian selatan pulau
Jawa ini merupakan salah satu daerah tujuan wisata favorit yang ada di
Indonesia, hal ini dikarenakan Yogyakarta banyak obyek wisata yang sangat
menarik. Di Utara Yogyakarta, terdapat Gunung Merapi. Di Selatan Yogyakata
terdapat pantai pantai yang Indah. Serta di tengah Yogya terdapat Keraton, yang
merupakan obyek wisata budaya yang sangat menarik. Selain hal hal yang
disebut di atas. Yogyakarta memiliki obyek wisata yang menarik. Obyek wisata
yang sering dilewati namun kadang kala sering dilupakan. Obyek ini, berupa
jalan yang dikenal dengan nama Malioboro.
Pada
awalnya jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau
kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg),
Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun
Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di
sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat
laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut.
Orang-orang
Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan
perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke
arah utara hingga Stasiun Tugu. Sekarang pasar ini sangat ramai dan mewarnai
Jalan Malioboro sebagai pusat belanja yang terkenal murah dan banyak ragamnya.
Mulai dari pakaian batik, pernak pernik, sepatu, tas kulit, barang kerajinan
dan seni.Dalam hal ini penulis ingin mengetahui keunikan malioboro yang ada di yogyakarta.mengetahui obyek wisata apa saja yang terdapat
dimalioboro.serta
kelebihan malioboro dengan obyek wisata yang lain.
Penulis mengangkat masalah “keunikan
malioboro yogyakarta” agar masyarakat khususnya pelajar,
mengetahui seperti apakah malioboro
yang ada di keraton yogyakarta.
1.2
Rumusan
Masalah
1.2.1
Apa saja keunikan malioboro ?
1.2.2
Obyek
wisata apa saja yang terdapat dimalioboro ?
1.2.3
Apa
kelebihan malioboro dengan obyek wisata yang lain ?
1.3
Tujuan
Penelitian
1.3.1
Mengetahui keunikan yang ada dimalioboro.
1.3.2
Mengetahui
obyek wisata apa saja yang terdapat dimalioboro.
1.3.3
Mengetahui
kelebihan malioboro dengan wisata yang lain.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian
Malioboro Yogyakarta
Malioboro
adalah tempat yang wajib Anda kunjungi saat traveling ke Yogakarta (Jogja). Jangan
ngaku pernah ke Jogja jika belum pernah mengunjungi Malioboro. Ya, Malioboro
memang sangat identik dengan Jogja. Kawasan yang dipenuhi dengan pertokoan di
kiri kanan jalannya ini memang selalu ramai dikunjungi oleh para wisatawan
terutama jika waktu liburan tiba. Malioboro adalah jalan satu arah mulai dari
Stasiun Tugu sampai Kantor Pos Besar Kota Yogyakarta. Selain dipenuhi dengan
pertokoan, sepanjang jalan di kawasan ini juga dipenuhi dengan deretan para
pedagang kaki lima yang menggelar dagangannya di
emperan toko.
2.2 Sejarah
Malioboro Yogyakarta
Sejarah Malioboro – Dalam bahasa Sansekerta, kata “malioboro” bermakna
karangan bunga. itu mungkin ada hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton
mengadakan acara besar maka jalan malioboro akan dipenuhi dengan bunga. Kata
malioboro juga berasal dari nama seorang kolonial Inggris yang bernama
“Marlborough” yang pernah tinggal disana pada tahun 1811-1816 M. pendirian
jalan malioboro bertepatan dengan pendirian keraton Yogyakarta (Kediaman
Sultan).
Perwujudan
awal yang merupakan bagian dari konsep kota di Jawa, Jalan malioboro ditata
sebagai sumbu imaginer utara-selatan yang berkorelasi dengan Keraton ke Gunung
merapi di bagian utara dan laut Selatan sebagai simbol supranatural. Di era
kolonial (1790-1945) pola perkotaan itu terganggu oleh Belanda yang membangun
benteng Vredeburg (1790) di ujung selatan jalan Malioboro. Selain membangun
benteng belanda juga membangun Dutch Club (1822), the Dutch
Governor’s Residence (1830), Java Bank dan kantor Pos untuk mempertahankan
dominasi mereka di Yogyakarta.
Perkembangan
pesat terjadi pada masa itu yang disebabkan oleh perdaganagan antara orang
belanda dengan orang cina. Dan juga disebabkan adanya pembagian tanah di
sub-segmen Jalan Malioboro oleh Sultan kepada masyarakat cina dan kemudian
dikenal sebagagai Distrik Cina.Perkembangan pada masa itu didominasi oleh
Belanda dalam membangun fasilitas untuk meningkatkan perekonomian dan kekuatan
mereka, Seperti pembangunan stasiun utama (1887) di Jalan Malioboro, yang
secara fisik berhasil membagi jalan menjadi dua bagian.Sementara itu, jalan
Malioboro memiliki peranan penting di era kemerdekaan (pasca-1945), sebagai
orang-orang Indonesia berjuang untuk membela kemerdekaan mereka dalam
pertempuran yang terjadi Utara-Selatan sepanjang jalan.
Sekarang ini merupakan jalan pusat kawasan wisatawan
terbesar di Yogyakarta, dengan sejarah arsitektur kolonial Belanda yang
dicampur dengan kawasan komersial Cina dan kontemporer. Trotoar di kedua sisi
jalan penuh sesak dengan warung-warung kecil yang menjual berbagai macam barang
dagangan. Di malam hari beberapa restoran terbuka, disebut lesehan, beroperasi
sepanjang jalan. Jalan itu selama bertahun-tahun menjadi jalan dua arah, tetapi
pada 1980-an telah menjadi salah satu arah saja, dari jalur kereta api ke
selatan sampai Pasar Beringharjo.
Hotel jaman Belanda terbesar dan tertua jaman itu, Hotel
Garuda, terletak di ujung utara jalan di sisi Timur, berdekatan dengan jalur
kereta api. Juga terdapat rumah kompleks bekas era Belanda, Perdana Menteri,
kepatihan yang kini telah menjadi kantor pemerintah provinsi.Malioboro juga menjadi sejarah perkembangan
seni sastra Indonesia. Dalam Antologi Puisi Indonesia di Yogyakarta 1945-2000
memberi judul “MALIOBORO” untuk buku tersebut, buku yang berisi 110 penyair
yang pernah tinggal di yogyakarta selama kurun waktu lebih dari setengah
abad. Pada tahun 1970-an, Malioboro tumbuh menjadi pusat dinamika seni
budaya Jogjakarta. Jalan Malioboro menjadi ‘panggung’ bagi para “seniman
jalanan” dengan pusatnya gedung Senisono. Namun daya hidup seni jalanan ini
akhirnya terhenti pada 1990-an setelah gedung Senisono ditutup.
2.3 Menyusuri Jalan Karangan Bunga dan
Surga Cinderamata di Jantung Kota Jogja
Matahari
bersinar terik saat ribuan orang berdesak-desakan di sepanjang Jalan Malioboro.
Mereka tidak hanya berdiri di trotoar namun meluber hingga badan jalan. Suasana
begitu gaduh dan riuh. Tawa yang membuncah, jerit klakson mobil, alunan gamelan
kaset, hingga teriakan pedagang yang menjajakan makanan dan mainan anak-anak
berbaur menjadi satu. Setelah menunggu berjam-jam, akhirnya rombongan kirab
yang ditunggu pun muncul. Diawali oleh Bregada Prajurit Lombok Abang,
iring-iringan kereta kencana mulai berjalan pelan. Kilatan blitz kamera dan
gemuruh tepuk tangan menyambut saat pasangan pengantin lewat.
Semua
berdesakan ingin menyakasikan pasangan GKR Bendara dan KPH Yudhanegara yang
terus melambaikan tangan dan menebarkan senyum ramah.Itulah pemandangan yang
terlihat saat rombongan kirab pawiwahan ageng putri bungsu Sultan
Hamengku Buwono X lewat dari Keraton Yogyakarta menuju Bangsal Kepatihan.
Ribuan orang berjejalan memenuhi Jalan Malioboro yang membentang dari utara ke
selatan.
Dalam
bahasa Sansekerta, malioboro berarti jalan karangan bunga karena pada zaman
dulu ketika Keraton mengadakan acara, jalan sepanjang 1 km ini akan dipenuhi
karangan bunga. Meski waktu terus bergulir dan jaman telah berubah, posisi
Malioboro sebagai jalan utama tempat dilangsungkannya aneka kirab dan perayaan
tidak pernah berubah. Hingga saat ini Malioboro, Benteng Vredeburg, dan Titik
Nol masih menjadi tempat dilangsungkannya beragam karnaval mulai dari gelaran
Jogja Java Carnival, Pekan Budaya Tionghoa, Festival Kesenian Yogyakarta,
Karnaval Malioboro, dan masih banyak lainnya.
Sebelum
berubah menjadi jalanan yang ramai, Malioboro hanyalah ruas jalan yang sepi
dengan pohon asam tumbuh di kanan dan kirinya. Jalan ini hanya dilewati oleh
masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di
Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah
Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD).
Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya
permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak
perekonomian di kawasan tersebut. Kelompok Tionghoa menjadikan Malioboro
sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di
Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu.Menyusuri
sepanjang Malioboro memberi pengalaman tersendiri untuk Anda.
Di
sepanjang jalan, Anda bisa menjumpai berbagai macam souvenir khas Jogja seperti
kerajinan perak, rotan, wayang kulit, batik dan juga blangkon. Aneka macam
souvenir ini bisa Anda peroleh dengan harga terjangkau. Apalagi jika Anda
pandai menawar. Beraneka macam jajanan khas Jogja seperti bakpia, pecel, es
dawet dan sate gajih pun bisa Anda jumpai di sana. Menjelang malam jalan
Malioboro juga dipenuhi dengan aneka pedagang kuliner. Anda bisa menikmati
aneka kuliner sembari duduk lesehan dan diiringi lagu-lagu dari para pengamen
jalanan. Tersedia pula angkringan khas Jogja yang siap menjamu Anda dengan
hidangan khasnya. Benar-benar asik bukan? So, ojo lali yo sempatkan diri Anda berkunjung
ke Jogja.
Untuk
menuju ke Malioboro aksesnya sangat mudah karena terletak di pusat Kota Jogja.
Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi Anda dari Tugu Jogja terus menuju ke
Selatan. Agar lebih mudah Anda bisa menanyakan ke penduduk local. Melihat
Malioboro yang berkembang pesat menjadi denyut nadi perdagangan dan pusat
belanja, seorang kawan berujar bahwa Malioboro merupakan baby talk dari
"mari yok borong". Di Malioboro Anda bisa memborong aneka barang yang
diinginkan mulai dari pernik cantik, cinderamata unik, batik klasik, emas dan
permata hingga peralatan rumah tangga.
Bagi
penggemar cinderamata, Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Berjalan
kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh pedagang kaki
lima akan menjadi pengalaman tersendiri. Aneka cinderamata buatan lokal seperti
batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur
kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan
dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang
dengan harga yang terbilang
murah.Selain menjadi pusat perdagangan, jalan yang merupakan bagian dari sumbu
imajiner yang menghubungkan Pantai Parangtritis, Panggung Krapyak, Kraton
Yogyakarta, Tugu, dan Gunung Merapi ini pernah menjadi sarang serta panggung
pertunjukan para seniman Malioboro pimpinan Umbu Landu Paranggi. Dari mereka
pulalah budaya duduk lesehan di trotoar dipopulerkan yang akhirnya mengakar dan
sangat identik dengan Malioboro. Menikmati makan malam yang romantis di warung
lesehan sembari mendengarkan pengamen jalanan mendendangkan lagu
"Yogyakarta" milik Kla Project akan menjadi pengalaman yang sangat
membekas di hati.
Malioboro
adalah rangkaian sejarah, kisah, dan kenangan yang saling berkelindan di tiap
benak orang yang pernah menyambanginya.
Pesona
jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme Malioboro terus berpendar
hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta memaksa mereka untuk terus
kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya
Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat diriku betah sesekali
bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang terhadap Malioboro lah yang
membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga kini.
Keterangan: Karnaval dan acara yang berlangsung
di Kawasan Malioboro biasanya bersifat insidental dengan waktu pelaksanaan yang
tidak menentu. Namun ada beberapa kegiatan yang rutin diselenggarakan setiap
tahun seperti Jogja Java Carnival yang selalu dilaksanakan tiap bulan Oktober, Festival
Kesenian Yogyakarta pada bulan Juni hingga Juli, serta Pekan Kebudayaan
Tionghoa yang dilaksanakan berdekatan dengan perayaan tahun baru China (Imlek).
2.4 Menikmati Malioboro, sisi lain dari Yogyakarta
Yogyakarta,
provinsi yang terletak bagian selatan pulau Jawa ini merupakan salah satu
daerah tujuan wisata favorit yang ada di Indonesia, hal ini dikarenakan
Yogyakarta banyak obyek wisata yang sangat menarik. Di Utara Yogyakarta,
terdapat Gunung Merapi. Di Selatan Yogyakata terdapat pantai pantai yang Indah.
Serta di tengah Yogya terdapat Keraton, yang merupakan obyek wisata budaya yang
sangat menarik. Selain hal hal yang disebut di atas. Yogyakarta memiliki
obyek wisata yang menarik. Obyek wisata yang sering dilewati namun kadang kala
sering dilupakan. Obyek ini, berupa jalan yang dikenal dengan nama Malioboro.
Dan kali ini saya menikmati perjalanan menyusuri jalan ini.
Perjalanan
saya kali ini, tidak di Gunung, tidak di pantai atau pun tidak di hutan rimba.
Kali ini perjalanan saya menuju kota yang dikenal dengan Kraton,Gunung
Merapi dan Pantai Parang Tritisnya.Kota ini dikenal dengan nama Yogyakarta.
Perjalanan kali ini hanya untuk sekedar menyisiri jalan yang sudah
lama dikenal di Indonesia dan bahkan dapat dianggap sebagai ikon kota.
Malioboro, nama jalan itu disebut.Kereta bisnis Fajar Utama Yogya, telah
tiba dengan selamat di Stasiun Tugu. Saya langsung mengangkat tas ransel ku.
Tas yang selalu menemani setiap perjalanan ku menyusuri keindahan negeriku.
Segera saya berjalan keluar dari stasiun. Tidak sabar rasanya ingin menjelajahi
kota ini. Kota yang dikenal dengan nama Yogyakarta.
Kota
yang menyimpan banyak kenangan bagi saya. Begitu keluar dari Stasiun Tugu,
langsung saja saya disambut dengan para pengayuh becak. Yang dengan ramahnya
ingin mengantarkan saya ke tempat tempat wisata yang sangat menarik, dan tentu
saja akan mengantarkan saya ke penginapan.Namun tawaran menarik ini, saya
tolak. Karena menikmati suatu perjalanan dengan berjalan kaki. Akan lebih
menarik. Banyak kegiatan manusia yang dengan mudahnya bisa kita lihat. Setelah
keluar dari Stasiun, segera saya berjalan mencari penginapan. Saya langkahkan
kaki menuju Jalan Sosowijayan,nama jalan yang sudah sangat dikenal bagi para
backpacker sebagai tempat yang menyediakan penginapan murah bagi para lowcost
traveler seperti saya.
Di
jalan ini, banyak terdapat penginapan dengan budget yang sangat terjangkau. Dan
setelah mendapatkan penginapan, meletakkan ransel. Maka saatnya menyusuri
Malioboro.Menurut sejarahnya, jalan sepanjang 800 meter ini terbentuk
menjadi suatu lokalitas perdagangan setelah Sri Sultan Hamengku Buwono I
mengembangkan sarana perdagangan melalui sebuah pasar tradisional semenjak
tahun 1758. Setelah berlalu 248 tahun, jalan ini masih bertahan sebagai
suatu kawasan perdagangan bahkan menjadi salah satu ikon Yogyakarta yang
dikenal dengan Malioboro. Dan nama Maliobro ini, diambil dari nama Bahasa
Sansekerta yang berarti Karangan Bunga. Pada masa kolonial Belanda, jalan
ini dikenal karena di sini serangan Umum Satu Maret berlangsung.
Menyusuri
jalan ini, banyak hal hal yang menarik yang bisa saya lihat
a. Pusat Cinderamata
Dengan
berjalan kaki saya menyusuri jalan ini, di kiri dan kanan saya terdapat banyak
lapak pedagang kaki lima. Yang menawarkan dagangan mereka. Dagangan mereka
khas. Yaitu cindera mata Khas Yogya. Miniatur becak, baju kaos dengan sablon
yang khas, bunga-bunga kertas, dan tato temporary mengisi hampir sebagian besar
ruas trotoar yang ada. Di Malioboro ini merupakan pusat penjualan cinderamata.
Dan kita bisa memilih barang dan menawar dengan harga yang pantas kepada para
penjual cindera mata ini.
Melihat
para ibu ibu dan para ABG menawar barang dagangan tersebut, menjadi tontonan
yang menarik bagi saya. Interaksi antara para pedagang dan pelanggan. Tawar
menawar yang diakhiri dengan transaksi. Memberikan warna tersendiri, ternyata
interaksi ini belum hilang. Di tengah gencarnya Mall Mall besar yang memberikan
komunikasi satu arah saja. Potret yang menarik mengenai kesederhanaan
Yogyakarta
b. Pasar Bringharjo
Saya
terus berjalan menyusuri jalan ini, suara bel para pengayuh becak terus datang
silih berganti. Jalan ini sangat sibuk,becak hilir mudik saling bergantian
membawa para wisatawan menikmati perjalanan menikmati Malioboro. Para wisatawan
mancanegara terlihat sangat tertarik menikmati perjalanan dengan becak.
Selain becak, andong juga banyak terdapat di kawasan ini. Kaki ku terus
melangkah. Dan tak lama kemudian, tibalah saya di pasar. Pasar yang dikenal dengan
koleksi batiknya. Bringharjo nama Pasar tersebut.
Di
sini, saya bisa membeli koleksi batik yang ada, sprei batik, terusan, daster
dan masih banyak lagi barang barang batik yang bisa dibeli. Koleksi di pasar
ini, selain dari Yogyakarta juga berasal dari Solo dan Pekalongan, dan koleksi
di pasar ini dapat dikatakan lengkap. Pasar ini terdiri dari 3 lantai. Lantai 1
merupakan tempat koleksi batik, Lantai 2 baju-baju konveksi, dan di lantai 3
terdapat para penjual bumbu dapur. Bau merica, bau cengkeh masuk ke hidung
saya. Bau yang mengingatkan saya akan masakan Ibu di rumah. Sungguh pasar yang
menarik. Selain denyut nadi perdagangan, di pasar ini banyak terdapat para
pemanggul barang, mereka adalah para wanita tangguh. Yang rela berjalan dari
desa mereka untuk sekedar mencari sesuap nasi di Yogyakarta
c. Lesehan dan
Angkringan Malioboro
Setelah
menikmati suguhan kesederhanaan khas Yogya, tidak terasa, malam sudah tiba.
Wajah jalan ini berubah, tidak lagi dengan lapak pedagang cinderamata. Namun,
sekarang para penjual makanan kaki lima yang memenuhi jalan ini. Pecel lele,
burung dara, dan ayam goreng. Mengisi hampir sebagian dari jalanan.Terbit liur
ku, karena mencium bau ayam yang digoreng, terbayang nasi panas dan ayam goreng
sambel terasi dalam keadaan panas. Namun, sebelum mengisi perut. Saya menuju
tempat yang merupakan ciri khas Yogya, tempat yang dikenal dengan nama
Angkringan.
Menikmati
susu jahe hangat sembari makan sate ceker ayam merupakan pilihan yang pas
untuk mengisi waktu luang sebelum saya makan di lesehan.
Angkringan
dikenal karena menyediakan makanan yang murah dan sangat merakyat.
Di sini kita bisa mendengar gossip gossip khas kaki lima dan kadangkala keluhan
dari rakyat.Sembari menikmati susu jahe, sayup sayup saya mendengar suara para
musisi jalanan khas Yogyakarta.dengan menggunakan alat musik yang
sederhana, mereka melantunkan Lagu “ Yogyakarta” dari Katon Bhagaskara,mereka
adalah potret para musisi yang jauh dari kesan mewah khas ibu kota.
Menikmati susu jahe hangat, dan mendengarkan lagu dari musisi jalanan ini
merupakan kombinasi yang pas.
Setelah
kenyang, maka aku pun kembali ke penginapan. Untuk istirahat. Masih banyak
tempat yang ingin ku kunjungi di Yogyakarta. Seperti kata Katon Bhagaskara
“Pulang
ke kotamu, Ada setangkup haru dalam rindu
Masih
seperti dulu,Tiap sudut menyapaku bersahabat,
penuh
selaksa makna,Terhanyut aku akan nostalgi
Saat
kita sering luangkan waktu, Nikmati bersama
Suasana
Jogja “
2.5 Kawasan Malioboro
Lokasi:
Ngupasan, Kota Yogyakarta
"Degup
Jantung Kota yang Terus Berdetak"
Jalan
Malioboro adalah saksi sejarah perkembangan Kota Yogyakarta dengan melewati
jutaan detik waktu yang terus berputar hingga sekarang ini. Membentang panjang
di atas garis imajiner Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak Gunung Merapi.
Malioboro adalah detak jatung keramaian kota Yogyakarta yang terus berdegup
kencang mengikuti perkembangan jaman. Sejarah penamaan Malioboro terdapat dua
versi yang cukup melegenda, pertama diambil dari nama seorang bangsawan Inggris
yaitu Marlborough, seorang residen Kerajaan Inggris di kota Yogjakarta dari
tahun 1811 M hingga 1816 M.
Versi kedua dalam bahasa sansekerta
Malioboro berarti “karangan bunga” dikarenakan tempat ini dulunya dipenuhi
dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Lebih dari 250
tahun yang lalu Malioboro telah menjelma menjadi sarana kegiatan ekonomi
melalui sebuah pasar tradisional pada masa pemerintahan Sri Sultan
Hamengkubuwono I. Dari tahun 1758 – sekarang Malioboro masih terus bertahan
dengan detak jantung sebagai kawasan perdagangan dan menjadi salah satu daerah
yang mewakili wajah kota Yogyakarta.
Sejak awal degup jantung Malioboro
berdetak telah menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian perkotaan. Setiap
bagian dari jalan Malioboro ini menjadi saksi dari sebuah jalanan biasa hingga
menjadi salah satu titik terpenting dalan sejarah kota Yogyakarta dan
Indonesia. Bangunan Istana Kepresidenan Yogyakarta yang dibangun tahun 1823
menjadi titik penting sejarah perkembangan kota Yogyakarta yang merupakan
soko guru Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari bangunan ini berbagai
perisitiwa penting sejarah Indonesia dimulai dari sini.
Pada tanggal 6 Januari 1946,
Yogyakarta resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih muda.
Istana Kepresidenan Yogyakarta sebagai kediaman Presiden Soekarno beserta
keluarganya. Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI (pada tanggal
3 Juni 1947), diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang
Republik Indonesia (pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet Republik yang
masih muda itu pun dibentuk dan dilantik di Istana ini pula. Benteng Vredeburg
yang berhadapan dengan Gedung Agung. Bangunan yang dulu dikenal dengan nama
Rusternburg (peristirahatan) dibangun pada tahun 1760. Kemegahan yang dirasakan
saat ini dari Benteng Vredeburg pertama kalinya diusulkan pihak Belanda melalui
Gubernur W.H. Van Ossenberch dengan alasan menjaga stabilitas keamanan
pemerintahan Sultan HB I.
Pihak Belanda menunggu waktu 5 tahun
untuk mendapatkan restu dari Sultan HB I untuk menyempurnakan Benteng
Rusternburg tersebut. Pembuatan benteng ini diarsiteki oleh Frans Haak.
Kemudian bangunan benteng yang baru tersebut dinamakan Benteng Vredeburg yang
berarti perdamaian.Sepanjang jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap
orang yang berkunjung di kawasan ini, menikmati pengalaman wisata belanja
sepanjang bahu jalan yang berkoridor (arcade). Dari produk kerajinan lokal
seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan bambu (gantungan kunci,
lampu hias dan lain sebagainya) juga blangkon (topi khas Jawa/Jogja) serta
barang-barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak pernik umum yang
banyak ditemui di tempat lain. Pengalaman lain dari wisata belanja ini ketika
terjadi tawar menawar harga, dengan pertemuan budaya yang berbeda akan terjadi
komunikasi yang unik dengan logat bahasa yang berbeda. Jika beruntung, bisa
berkurang sepertiga atau bahkan separohnya.
Tak lupa mampir ke Pasar
Beringharjo, di tempat ini kita banyak dijumpai beraneka produk tradisional
yang lebih lengkap. Di pasar ini kita bisa menjumpai produk dari kota tetangga
seperti batik Solo dan Pekalongan. Mencari batik tulis atau batik print, atau
sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik serta sprei indah
bermotif batik. Tempat ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik
dengan harga yang lebih murah. Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo,
pastikan tidak tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual
menaikkan harga dari biasanya bagi para wisatawan.
Malioboro terus bercerita dengan kisahnya, dari pagi sampai menjelang tengah malam terus berdegup mengiringi aktifitas yang silih berganti. Tengah malam sepanjang jalan Malioboro mengalun lebih pelan dan tenang. Warung lesehan merubah suasana dengan deru musisi jalanan dengan lagu-lagu nostalgia. Berbagai jenis menu makanan ditawarkan para pedagang kepada pengunjung yang menikmati suasana malam kawasan Malioboro. Perjalanan terus berlanjut sampai dikawasan nol kilometer kota Yogyakarta, yang telah mengukir sejarah di setiap ingatan orang-orang yang pernah berkunjung ke kota Gudeg ini.
Malioboro terus bercerita dengan kisahnya, dari pagi sampai menjelang tengah malam terus berdegup mengiringi aktifitas yang silih berganti. Tengah malam sepanjang jalan Malioboro mengalun lebih pelan dan tenang. Warung lesehan merubah suasana dengan deru musisi jalanan dengan lagu-lagu nostalgia. Berbagai jenis menu makanan ditawarkan para pedagang kepada pengunjung yang menikmati suasana malam kawasan Malioboro. Perjalanan terus berlanjut sampai dikawasan nol kilometer kota Yogyakarta, yang telah mengukir sejarah di setiap ingatan orang-orang yang pernah berkunjung ke kota Gudeg ini.
Bangunan-bangunan bersejarah menjadi
penghuni tetap kawasan nol kilometer yang menjamu ramah bagi pengunjung yang
memiliki minat di bidang arsitektur dan fotografi.
Fasilitas Akomodasi Sekitar Kawasan
Malioboro
Hotel Melia Purosani
Hotel Batik Yogyakarta
Malioboro Inn
Hotel Ibis Yogyakarta
Grage Ramayana Hotel
Hotel Inna Garuda
Hotel Melia Purosani
Hotel Batik Yogyakarta
Malioboro Inn
Hotel Ibis Yogyakarta
Grage Ramayana Hotel
Hotel Inna Garuda
Pariwisata Yogyakarta memiliki
pesona dan keunikan budaya yang sangat khas. Jangan suatu daerah menjadikan
budaya dan tradisi masyarakat menjadi objek wisata yang dicari.Yogyakarta juga
sangat kental dengan tradisi keratonnya, gedung bersejarah, pasar rakyat dengan
segala keunikannya, kesibukan mahasiswa dan berbagai keunikan lainnya yang
jarang kita dapatkan didaerah lain.
Kali ini kita akan melihat lebih dalam tentang jalan Malioboro yang sangat terkenal itu. Jalannya sih biasa saja, tetapi dengan segala keunikan para pedagang yang menjajakan berbagai pernik, batik, makanan, dan juga para pengamen mahasiswa yang membawa peralatan yang lengkap. Kalau kita duduk dan makan dilesehan berbagai angkringan di malam hari kita benar-benar merasakan kehangatan, keramahan dan keunikan Yogya.
Kali ini kita akan melihat lebih dalam tentang jalan Malioboro yang sangat terkenal itu. Jalannya sih biasa saja, tetapi dengan segala keunikan para pedagang yang menjajakan berbagai pernik, batik, makanan, dan juga para pengamen mahasiswa yang membawa peralatan yang lengkap. Kalau kita duduk dan makan dilesehan berbagai angkringan di malam hari kita benar-benar merasakan kehangatan, keramahan dan keunikan Yogya.
Jalan Malioboro terletak di
jantung Daerah Istimwewa Yogyakarta. Jalan tersebut berada antara jalan
Jenderal Ahmad Yani dan jalan Abu Bakar Ali. Dijalan ini ada Kantor DPRD Di
Yogyakarta.
Jalan Malioboro merupakan salah satu jalan dari tiga jalan di Kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta. Ujung timur jalan ini berada di perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Jalan ini merupakan poros Garis Imajiner Kraton Yogyakarta. Terdapat beberapa obyek bersejarah di kawasan tiga jalan ini antara lain Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Gedung Agung, Pasar Beringharjo, Benteng Vredeburg dan Monumen Serangan Oemoem 1 Maret. |
Jalan
Malioboro sangat terkenal dengan para pedagang kaki lima yang menjajakan
kerajinan khas jogja dan warung-warung lesehan di malam hari yang menjual
makanan gudeg khas jogja serta terkenal sebagai tempat berkumpulnya para
Seniman-seniman-seniman yang sering mengekpresikan kemampuan mereka seperti
bermain musik, melukis, hapening art, pantomim dan lain-lain disepanjang jalan
ini.
Jalan Malioboro memiliki sentuhan
budaya, seni, dan karakter masyarakat Jawa Yogyakarta yang kental. Mulai dari
adanya andong, becak, lapak-lapak masyarakat berjualan, pengamen dan sebagainya
yang justru menjadi ciri yang khas dari Yogyakarta.Malioboro sebenarnya berasal
dari bahasa Sansekerta yang berarti karangan bunga, Malioboro menjadi kembang
yang pesonanya mampu menarik wisatawan. Malioboro juga menjadi surga
cinderamata di jantung Kota Jogja.
Pada awalnya jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut.
Orang-orang Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu. Sekarang pasar ini sangat ramai dan mewarnai Jalan Malioboro sebagai pusat belanja yang terkenal murah dan banyak ragamnya. Mulai dari pakaian batik, pernak pernik, sepatu, tas kulit, barang kerajinan dan seni.
Pada awalnya jalan ini hanya dilewati oleh masyarakat yang hendak ke Keraton atau kompleks kawasan Indische pertama di Jogja seperti Loji Besar (Benteng Vredeburg), Loji Kecil (kawasan di sebelah Gedung Agung), Loji Kebon (Gedung Agung), maupun Loji Setan (Kantor DPRD). Namun keberadaan Pasar Gede atau Pasar Beringharjo di sisi selatan serta adanya permukiman etnis Tionghoa di daerah Ketandan lambat laun mendongkrak perekonomian di kawasan tersebut.
Orang-orang Tionghoa menjadikan Malioboro sebagai kanal bisnisnya, sehingga kawasan perdagangan yang awalnya berpusat di Beringharjo dan Pecinan akhirnya meluas ke arah utara hingga Stasiun Tugu. Sekarang pasar ini sangat ramai dan mewarnai Jalan Malioboro sebagai pusat belanja yang terkenal murah dan banyak ragamnya. Mulai dari pakaian batik, pernak pernik, sepatu, tas kulit, barang kerajinan dan seni.
Bagi penggemar cinderamata,
Malioboro menjadi surga perburuan yang asyik. Banyak sekali yang dapat dilihat
disini. Ada miniatur sepeda, becak, kapal vinisi, patung-patung prajurit
keraton dan sebagainya. Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang
yang dijual oleh pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri.
Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.
Selesai jalan-jalan sambil berbelanja, jika lapar kita bisa memilih berbagai menu di lapak-lapak lesehan yang tersedia. Selain beragam rasa harganya juga tergolong ekonomi. Untuk pulau kita bisa memilih becak atau andong.Datang ke Yogya belum dianggap datang kalau belum ke Jalan Malioboro begitu kata orang Yogya, mungkin kalimat ini ada benarnya kalau kita sudah kesana bisa merasakan keunikan Yogyakarta, yang pasti nama jalan ini sudah hampir sama dengan kota Jogja itu sendiri. Konon, ada yang bilang Jalan Malioboro yang terletak 800 meter di utara Kraton Yogyakarta ini, dulunya dipenuhi karangan bunga setiap kali kraton melaksanakan perayaan.
Aneka cinderamata buatan lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit, blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.
Selesai jalan-jalan sambil berbelanja, jika lapar kita bisa memilih berbagai menu di lapak-lapak lesehan yang tersedia. Selain beragam rasa harganya juga tergolong ekonomi. Untuk pulau kita bisa memilih becak atau andong.Datang ke Yogya belum dianggap datang kalau belum ke Jalan Malioboro begitu kata orang Yogya, mungkin kalimat ini ada benarnya kalau kita sudah kesana bisa merasakan keunikan Yogyakarta, yang pasti nama jalan ini sudah hampir sama dengan kota Jogja itu sendiri. Konon, ada yang bilang Jalan Malioboro yang terletak 800 meter di utara Kraton Yogyakarta ini, dulunya dipenuhi karangan bunga setiap kali kraton melaksanakan perayaan.
2.7 Berbelanja Dimalioboro
Tempat
ini akan memuaskan hasrat berbelanja barang-barang unik dengan harga yang lebih
murah. Berbelanja di kawasan Malioboro serta Beringharjo, pastikan tidak
tertipu dengan harga yang ditawarkan. Biasanya para penjual menaikkan harga
dari biasanya bagi para
wisatawan.Pengalaman lain dari wisata belanja ini ketika terjadi tawar menawar
harga, dengan pertemuan budaya yang berbeda akan terjadi komunikasi yang unik
dengan logat bahasa yang berbeda. Jika beruntung, bisa berkurang sepertiga atau
bahkan separohnya.
Tak
lupa mampir ke Pasar Beringharjo, di tempat ini kita banyak dijumpai beraneka
produk tradisional yang lebih lengkap. Di pasar ini kita bisa menjumpai produk
dari kota tetangga seperti batik Solo dan Pekalongan. Mencari batik tulis atau
batik print, atau sekedar mencari tirai penghias jendela dengan motif unik
serta sprei indah bermotif batik. Menjelang malam jalan Malioboro juga dipenuhi
dengan aneka pedagang kuliner. Anda bisa menikmati aneka kuliner sembari duduk
lesehan dan diiringi lagu-lagu dari para pengamen jalanan. Tersedia pula
angkringan khas Jogja yang siap menjamu Anda dengan hidangan khasnya.
Benar-benar asik bukan? So, ojo lali yo sempatkan diri Anda berkunjung ke
Jogja.Untuk menuju ke Malioboro aksesnya sangat mudah karena terletak di pusat
Kota Jogja. Jika Anda menggunakan kendaraan pribadi Anda dari Tugu Jogja terus
menuju ke Selatan. Agar lebih mudah Anda bisa menanyakan ke penduduk local. Malioboro
terus bercerita dengan kisahnya, dari pagi sampai menjelang tengah malam terus
berdegup mengiringi aktifitas yang silih berganti. Tengah malam sepanjang jalan
Malioboro mengalun lebih pelan dan tenang. Warung lesehan merubah suasana
dengan deru musisi jalanan dengan lagu-lagu nostalgia.
Berbagai
jenis menu makanan ditawarkan para pedagang kepada pengunjung yang menikmati
suasana malam kawasan Malioboro. Bagi penggemar cinderamata, Malioboro
menjadi surga perburuan yang asyik. Banyak sekali yang dapat dilihat disini.
Ada miniatur sepeda, becak, kapal vinisi, patung-patung prajurit keraton dan sebagainya.
Berjalan kaki di bahu jalan sambil menawar aneka barang yang dijual oleh
pedagang kaki lima akan menjadi pengalaman tersendiri.Aneka cinderamata buatan
lokal seperti batik, hiasan rotan, perak, kerajinan bambu, wayang kulit,
blangkon, miniatur kendaraan tradisional, asesoris, hingga gantungan kunci
semua bisa ditemukan dengan mudah. Jika pandai menawar, barang-barang tersebut
bisa dibawa pulang dengan harga yang terbilang murah.
Menyusuri
sepanjang Malioboro memberi pengalaman tersendiri untuk Anda. Di sepanjang
jalan, Anda bisa menjumpai berbagai macam souvenir khas Jogja seperti kerajinan
perak, rotan, wayang kulit, batik dan juga blangkon. Aneka macam souvenir ini
bisa Anda peroleh dengan harga terjangkau. Apalagi jika Anda pandai menawar. Beraneka
macam jajanan khas Jogja seperti bakpia, pecel, es dawet dan sate gajih pun
bisa Anda jumpai di sana. Selesai jalan-jalan sambil berbelanja, jika lapar
kita bisa memilih berbagai menu di lapak-lapak lesehan yang tersedia. Selain
beragam rasa harganya juga tergolong ekonomi. Untuk pulau kita bisa memilih becak atau andong.
Kali ini kita akan melihat lebih dalam tentang jalan Malioboro yang sangat terkenal itu. Jalannya sih biasa saja, tetapi dengan segala keunikan para pedagang yang menjajakan berbagai pernik, batik, makanan, dan juga para pengamen mahasiswa yang membawa peralatan yang lengkap. Kalau kita duduk dan makan dilesehan berbagai angkringan di malam hari kita benar-benar merasakan kehangatan, keramahan dan keunikan Yogya.Malioboro itulah yang bisa sayaa ucapkan,mulai dari jalan,jajanan,pernak pernik,oleh-oleh,pakaian murah dan masih banyak lagi .itu semua bisa kita dapatkan di malioboro.
Kali ini kita akan melihat lebih dalam tentang jalan Malioboro yang sangat terkenal itu. Jalannya sih biasa saja, tetapi dengan segala keunikan para pedagang yang menjajakan berbagai pernik, batik, makanan, dan juga para pengamen mahasiswa yang membawa peralatan yang lengkap. Kalau kita duduk dan makan dilesehan berbagai angkringan di malam hari kita benar-benar merasakan kehangatan, keramahan dan keunikan Yogya.Malioboro itulah yang bisa sayaa ucapkan,mulai dari jalan,jajanan,pernak pernik,oleh-oleh,pakaian murah dan masih banyak lagi .itu semua bisa kita dapatkan di malioboro.
Suasana yang
sejuk dan orang-orangnya yang ramah tamah membuat kita tidak akan melupakan
kesan-kesan kita dimalioboro.pokoknya kalau diungkapkan dengan kata-kata tidak
akan habisnya. Siang dan malam bagaikan sama saja tidak ada hal-hal yang
membosan kan di malioboro. Hanya saja jika kalian mau berbelanja harus jeli dan
jangan terkecoh. Karena biasanya para penjual akan menjual dengan harga yang
terbilang tinggi,jadi jangan sungkan menawar.
Biasanya ada festival yang memeriahkan malioboro, siang
malam dimalioboro seperti tidak ada pembatas bagi kita untuk menyelusuri
malioboro lebih dalam lagi dan lebih lama lagi. Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh jaman. Eksotisme
Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak orang, serta
memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat awal yang ada
dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang membuat
diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak orang
terhadap Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga kini.Datang
ke Yogya belum dianggap datang kalau belum ke Jalan Malioboro begitu kata orang
Yogya, mungkin kalimat ini ada benarnya kalau kita sudah kesana bisa merasakan
keunikan Yogyakarta, yang pasti nama jalan ini sudah hampir sama dengan kota
Jogja itu sendiri. Konon, ada yang bilang Jalan Malioboro yang terletak 800
meter di utara Kraton Yogyakarta ini, dulunya dipenuhi karangan bunga setiap
kali kraton melaksanakan perayaan.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Keunikan Malioboro
Malioboro
adalah tempat yang wajib Anda kunjungi saat traveling ke Yogakarta (Jogja).
Jangan ngaku pernah ke Jogja jika belum pernah mengunjungi Malioboro. Ya,
Malioboro memang sangat identik dengan Jogja. Kawasan yang dipenuhi dengan
pertokoan di kiri kanan jalannya ini memang selalu ramai dikunjungi oleh para
wisatawan terutama jika waktu liburan tiba. Malioboro adalah jalan satu arah
mulai dari Stasiun Tugu sampai Kantor Pos Besar Kota Yogyakarta. Selain
dipenuhi dengan pertokoan, sepanjang jalan di kawasan ini juga dipenuhi dengan
deretan para pedagang kakilima yang menggelar dagangannya di emperan toko.
Menyusuri sepanjang Malioboro
memberi pengalaman tersendiri untuk Anda. Di sepanjang jalan, Anda bisa
menjumpai berbagai macam souvenir khas Jogja seperti kerajinan perak, rotan,
wayang kulit, batik dan juga blangkon. Aneka macam souvenir ini bisa Anda
peroleh dengan harga terjangkau. Apalagi jika Anda pandai menawar. Beraneka
macam jajanan khas Jogja seperti bakpia, pecel, es dawet dan sate gajih pun
bisa Anda jumpai di sana.
Datang
ke Yogya belum dianggap datang kalau belum ke Jalan Malioboro begitu kata orang
Yogya, mungkin kalimat ini ada benarnya kalau kita sudah kesana bisa merasakan
keunikan Yogyakarta, yang pasti nama jalan ini sudah hampir sama dengan kota
Jogja itu sendiri. Konon, ada yang bilang Jalan Malioboro yang terletak 800
meter di utara Kraton Yogyakarta ini, dulunya dipenuhi karangan bunga setiap
kali kraton melaksanakan perayaan.Ingin merasakan keunikannya datanglah ke
Yogyakarta, banyak hal yang sulit untuk diceritakan tetapi bisa dirasakan.
3.2 Kelebihan Malioboro Dengan Obyek Wisata
Yang Lain
Apakah kalian
tau mengapa malioboro menjadi salah satu obyek wisata, banyak wisatawan yang
mendatangi malioboro.Malioboro
adalah detak jatung keramaian kota Yogyakarta yang terus berdegup kencang
mengikuti perkembangan jaman. Sepanjang jalan Malioboro adalah penutur cerita
bagi setiap orang yang berkunjung di kawasan ini, menikmati pengalaman wisata
belanja sepanjang bahu jalan yang berkoridor (arcade).
Dari
produk kerajinan lokal seperti batik, hiasan rotan, wayang kulit, kerajinan
bambu (gantungan kunci, lampu hias dan lain sebagainya) juga blangkon (topi
khas Jawa/Jogja) serta barang-barang perak, hingga pedagang yang menjual pernak
pernik umum yang banyak ditemui di tempat lain.
Sejarah
penamaan Malioboro terdapat dua versi yang cukup melegenda, pertama diambil
dari nama seorang bangsawan Inggris yaitu Marlborough, seorang residen Kerajaan
Inggris di kota Yogjakarta dari tahun 1811 M hingga 1816 M. Versi kedua dalam
bahasa sansekerta Malioboro berarti “karangan bunga” dikarenakan tempat ini
dulunya dipenuhi dengan karangan bunga setiap kali Kraton melaksanakan
perayaan.
Lebih
dari 250 tahun yang lalu Malioboro telah menjelma menjadi sarana kegiatan
ekonomi melalui sebuah pasar tradisional pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono
I. Dari tahun 1758 – sekarang Malioboro masih terus bertahan dengan detak
jantung sebagai kawasan perdagangan dan menjadi salah satu daerah yang mewakili
wajah kota Yogyakarta. Sejak awal degup jantung Malioboro berdetak telah
menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian perkotaan.
Setiap
bagian dari jalan Malioboro ini menjadi saksi dari sebuah jalanan biasa hingga
menjadi salah satu titik terpenting dalam sejarah kota Yogyakarta dan Indonesia. Bangunan Istana
Kepresidenan Yogyakarta yang dibangun tahun 1823 menjadi titik penting sejarah
perkembangan kota Yogyakarta yang merupakan soko guru Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dari bangunan ini berbagai perisitiwa penting sejarah
Indonesia dimulai dari sini. Pada tanggal 6 Januari 1946,
Yogyakarta
resmi menjadi ibukota baru Republik Indonesia yang masih muda. Istana
Kepresidenan Yogyakarta sebagai kediaman Presiden Soekarno beserta keluarganya.
Pelantikan Jenderal Soedirman sebagai Panglima Besar TNI (pada tanggal 3 Juni
1947), diikuti pelantikan sebagai Pucuk Pimpinan Angkatan Perang Republik
Indonesia (pada tanggal 3 Juli 1947), serta lima Kabinet Republik yang masih
muda itu pun dibentuk dan dilantik di Istana ini pula.
Benteng Vredeburg yang berhadapan
dengan Gedung Agung. Bangunan yang dulu dikenal dengan nama Rusternburg
(peristirahatan) dibangun pada tahun 1760. Kemegahan yang dirasakan saat ini
dari Benteng Vredeburg pertama kalinya diusulkan pihak Belanda melalui Gubernur
W.H. Van Ossenberch dengan alasan menjaga stabilitas keamanan pemerintahan
Sultan HB I. Pihak Belanda menunggu waktu 5 tahun untuk mendapatkan restu dari
Sultan HB I untuk menyempurnakan Benteng Rusternburg tersebut. Pembuatan
benteng ini diarsiteki oleh Frans Haak. Kemudian bangunan benteng yang baru
tersebut dinamakan Benteng Vredeburg yang berarti perdamaian. Biasanya ada festival yang memeriahkan
malioboro, siang malam dimalioboro seperti tidak ada pembatas bagi kita untuk
menyelusuri malioboro lebih dalam lagi dan lebih lama lagi. Pesona jalan ini tak pernah pudar
oleh jaman. Eksotisme Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi
banyak orang, serta memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti
kalimat awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi
"Cintalah yang membuat diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan
kecintaan banyak orang terhadap Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus
bertahan hingga kini.
Perjalanan terus berlanjut sampai dikawasan nol kilometer kota Yogyakarta, yang telah mengukir sejarah di setiap ingatan orang-orang yang pernah berkunjung ke kota Gudeg ini. Bangunan-bangunan bersejarah menjadi penghuni tetap kawasan nol kilometer yang menjamu ramah bagi pengunjung yang memiliki minat di bidang arsitektur dan fotografi.Sebenarnya masih banyak hal yang tidak bisa dikatakan , jika sudah di malioboro rasanya ingin tinggal saja.
Perjalanan terus berlanjut sampai dikawasan nol kilometer kota Yogyakarta, yang telah mengukir sejarah di setiap ingatan orang-orang yang pernah berkunjung ke kota Gudeg ini. Bangunan-bangunan bersejarah menjadi penghuni tetap kawasan nol kilometer yang menjamu ramah bagi pengunjung yang memiliki minat di bidang arsitektur dan fotografi.Sebenarnya masih banyak hal yang tidak bisa dikatakan , jika sudah di malioboro rasanya ingin tinggal saja.
B
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1 KESIMPULAN
Dalam
bahasa Sansekerta, kata “malioboro” bermakna karangan bunga. itu mungkin ada
hubungannya dengan masa lalu ketika Keraton mengadakan acara besar maka jalan
malioboro akan dipenuhi dengan bunga. Kata malioboro juga berasal dari nama
seorang kolonial Inggris yang bernama “Marlborough” yang pernah tinggal disana
pada tahun 1811-1816 M. pendirian jalan malioboro bertepatan dengan pendirian
keraton Yogyakarta (Kediaman Sultan).
Malioboro
adalah rangkaian sejarah, kisah, dan kenangan yang saling berkelindan di tiap
benak orang yang pernah menyambanginya. Pesona jalan ini tak pernah pudar oleh
jaman. Eksotisme Malioboro terus berpendar hingga kini dan menginspirasi banyak
orang, serta memaksa mereka untuk terus kembali ke Yogyakarta. Seperti kalimat
awal yang ada dalam sajak Melodia karya Umbu Landu Paranggi "Cintalah yang
membuat diriku betah sesekali bertahan", kenangan dan kecintaan banyak
orang terhadap Malioboro lah yang membuat ruas jalan ini terus bertahan hingga
kini.
4.2 SARAN
Banyak sekali obyek
wisata diyogyakarta ini ,tapi dari semua yang kita datangi berikan waktu untuk
berkunjung dimalioboro,karena dimalioboro memiliki hal yang tidak bisa
dilupakan. Banyak pelajaran yang kita dapatkan jika ke malioboro salah satunya
adalah sejarah kota yogya itu sendiri.
BAB
V
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.rohimrova.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar